A. Ilmu Pengetahuan Teknologi dan
Kemiskinan
I.
Ilmu Pengetahuan
Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Ilmu,
sains atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan,dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandanganya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu
bukan sekedar pengetahuan (knowlwdge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang tertentu. Dipandang dalam
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari
epistomologi.
Untuk
mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang
bersifat ilmiah, yang meliputi empat hal yaitu :
1. Tidak ada perasaan yang
bersifat pamrih sehingga menacapi pengetahuan ilmiah yang obeyktif.
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
3. Kepercayaan yang layak
terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dam budi yang
digunakan untuk mencapai ilmu.
4. Merasa pasti bahwa
setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian,
namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
II.
Teknologi
Pengertian
Teknologi
Teknologi
merupakan keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Pengetahuan
teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi
alat-alat sederhana. Penemuan prasejarah tentang kemampuan mengendalikan api
telah menaikkan ketersdiaan sumber-sumber pangan, sedangkan penciptaan roda
telah membantu manusia dalam perjalanan dan mengendalikan lingkungan mereka.
Perkembangan teknologi terbaru, termasuk diantaranya mesin cetak, telepon,
dan internet, telah memperkecil hambatan fisik terhadap komunikasi dan
memungkinkan manusia untuk berinteraksi secara bebas dalam skala global.
Tetapi, tidak semua teknologi digunakan untuk tujuan damai.
Ciri-Ciri
Fenomena Teknik pada Masyarakat
Menurut Sastrapratedja (1980)
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Rasionalistas, artinya tindakan yang spontan oleh teknik diubah menjadi
tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
2.
Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan atau tidak alamiah.
3.
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan
secara otomatis.
4.
Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
5.
Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling
bergantung.
6.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan idiologi,
bahkan dapat menguasai kebudayaan.
7.
Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Ciri-ciri
Teknologi Barat
1.
Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan
lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu
sendiri.
2.
Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat
kebergantungan.
3.
Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya sebagai
pusat yang lain.
III. Ilmu pengetahuan
teknologi dan nilai
a.
Definisi
Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu
golongan masalah untuk mengenali kejadian tertentu yang belum pernah dilihat
atau dirasakan sebelumnya.
Teknologi, menurut
Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan
perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi,
yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya untuk
mempermudah pekerjaan manusia.
Nilai adalah sesuatu yang
berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu
bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
b.
Fungsi Ilmu
pengetahuan, Teknologi dan Nilai dalam Masyarakat
1. Ilmu
pengetahuan itu menjelaskan (explaining, Describing) Fungsi ilmu pengetahuan
dalam menjelaskan memiliki 4 bentuk yaitu a. Deduktif, yaitu ilmu harus dapat
menjelaskan sesuatu berdasarkan premis pangkal ilir yang telah ditetapkan
sebelumnya b) Probabilistik, Ilmu pengetahuan dapat menjelaskan berdasarkan
pola pikir induktif dari sejumlah kasus yang jelas, sehingga hanya dapat
memberi kepastian (tidak mutlak) yang bersifat kemungkinan besar atau hampir
pasti. c) Fungsional, ilmu pengetahuan dapat menjelaskan letak suatu komponen
dalam suatu sistem secara menyeluruh, d) Genetik, ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan suatu faktor berdasarkan gejala-gejala yang sudah sering terjadi
sebelumnya.
2. Meramalkan
(prediction) Ilmu pengetahuan harus dapat menjelaskan faktor sebab akibat suatu
peristiwa atau kejadian, misalnya apa yang akan terjadi jika harga naik.
3. Mengendalikan
(controlling) Fungsi Ilmu pengetahuan dalam mengendalikan harus dapat
mengendalikan gejala alam berdasarkan suatu teori misalnya bagaimana
mengendalikan kurs rupiah dan harga.
IV. Kemiskinan
A. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah
garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain.
Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
1)
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang
diperlukan
2)
Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
3)
Kebutuhan objectif manusia untuk bisa hidup secara
manusiawi Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, adat istiadat dan sistem nilai yang dimiliki.
B.
Ciri-ciri
Kemiskinan
1)
Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah,
modal, ketrampilan, dll.
2)
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau
modal usah.
3)
Tingkat pendidikan yang rendah, tidak
sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari
tambahan penghasilan.
4)
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
(serabutan) berusaha apa saja.
5)
Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak
mempunyai ketrampilan.
C.
Fungsi Kemiskinan
1)
Fungsi Ekonomi
Penyediaan tenaga untuk pekerjaan
tertentu menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan
barang bekas (masyarakat pemulung).
2)
Fungsi Sosial
Menimbulkan altruisme (kebaikan
spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai
ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya badan amal.
3)
Fungsi Kultura
Sumber inspirasi kebijaksanaan
teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi
antar sesama manusia.
4)
Fungsi Politik
Berfungsi sebagai kelompok
gelisan atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.
Walaupun kemiskinan
mempunyai fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi karena
kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.
B.
Agama dan Masyarakat
I.
FUNGSI AGAMA
A.
Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Ada
beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan
manusia, antara lain adalah :
•
Karena agama merupakan sumber moral
•
Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
•
Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
•
Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun
di kala duka.
Manusia
sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta
tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia
menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara
mereka yang mensyukurinya.
Dalam
keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam
godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya.Macam-macam fungsi
agama dalam masyarakat:
Fungsi Agama Kepada
Manusia
Dari
segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh
fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan
hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain
seperti apa yang dihuraikan di bawah:
–
Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama
dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi
penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia
di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui
inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya,
agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan
setiap manusia harus menaati Allah SWT
-Menjawab
pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sesetangah
soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab
oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat
menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk
menjawab soalan-soalan ini.
–
Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama
merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana
sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah
tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
–
Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan
agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri
sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya.
Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial
Fungsi
Sosial Agama
Secara
sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan
pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan
memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan
tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai
faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Fungsi
Integratif Agama
Peranan
sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban
sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama
menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi
Disintegratif Agama
Meskipun
agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan
memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat
memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan
menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari
begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga
seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Tujuan
Agama
Salah
satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang
sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah
sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan
benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk
agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta
membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk
agama
Disinilah
letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan
yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
Beberapa
tujuan agama yaitu :
•
Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
•
Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik,
sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan
akhirat.
•
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
•
Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut
para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L
Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi
umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan
sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan
kemanusiaan.
Masalahnya,
di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi.
Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan
menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian
dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.
Yang
lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang
ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau
menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang
dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan
menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes
di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja sama antara
politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi
keyakinan.
Namun,
perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi jauh lebih
lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka
tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan
penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas,
yang terjadi sebenarnya adalah politisasi agama.
Di
tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing
ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama
yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk
mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak
yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya.
Menurut
saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya
diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam
semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan
benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.
Mengapa
kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita
internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang
batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW
pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya.
Bila hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah
yang lepas dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung
hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan
sehari-hari.
Sayangnya,
kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di
kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi
pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta
bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini
dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan
mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan
yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar
tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori
pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama.
Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK
bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama
rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya
begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Manakala
fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks
interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca
Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Ketika
Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal
mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan
sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang
agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu
semenjak sekian lama.
Maka
manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan
kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk
seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain,
mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk
menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith
Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai
beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui
di peringkat etika dan nilai.
B.
Dimensi-Dimensi Komitmen Agama
Cara
Beragama:
Berdasarkan
cara beragamanya :
1.
Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara
beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya.
Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru
atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan
demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
2.
Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di
lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya
orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat
dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau
masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika
memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat
meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang
mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
3.
Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu
mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan
pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang
beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4.
Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati
(perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan
menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah).
Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu
agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari
Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan
dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
II.
PELEMBAGAAN AGAMA
3
Tipe Kaitan Agama Dengan Masyarakat
Kaitan agama dengan
masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan
sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954), yaitu:
1. Masyarakat yang
terbelakang dan nilai- nilai sakral
Masyarakat tipe ini
kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang
sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok
keagamaan adalah sama.
2. Masyarakat-
masyarakat pra- industri yang sedang berkembang
Keadaan masyarakat
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe
pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe
masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara
tertentu.
3. Masyarakat-
masyarakat industri sekular
Masyarakat industri
bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek
kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi
yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak
terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama,
praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Pelembagaan
Agama
Agama
begitu universal, permanen (langgeng) dan mengatur dalam kehidupan, sehingga
bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Agama melalui
wahyunya atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi
kebutuhan mendasar, yaitu selamat dunia dan di akhirat, di dalam perjuangannya
tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut perlu jaminan yang
memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan
dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehidupan semua
kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan
manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat
keagamaan. Dan terbentuklah organisasi keagamaan untuk mengelola masalah
keagamaan. Yang semula terbentuk dari pengalaman agama tokoh kharismatik
pendiri organisasi, kemudian menjadi organisasi kegamaan yang terlembaga.
Lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, ide- ide, ketentuan
(keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Tampilnya
organisasi agama akibat adanya kedalaman beragama, dan mengimbangi perkembangan
masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dan
sebagainya.
III.
Contoh Konflik Agama
Contoh
konflik
a.
Tahun 1996, 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo karena adanya
konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
b.
Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan
masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat
setempat terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan
ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya
preman provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut.
Dan bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan
penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
c.
Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela
Islam) dan Muhammadiyah.
d.
Perbedaan penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang
masing – masing umat.
Sumber
: http://meylaniarifmuhaimah.blogspot.co.id/2015/01/ilmu-teknologi-teknologi-dan-kemiskinan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar